SEMARANGUPDATE.COM – Sekolah Konservasi Giriwana Semarang Tanpa Sisa (SKGW–STS) 2025 yang digelar oleh Bidang Lingkungan Hidup PW IPM Jawa Tengah bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, CSIS Indonesia, dan Yayasan Partisipasi Muda berlangsung sukses selama dua hari.
Program ini menghadirkan edukasi, praktik langsung, serta kunjungan lapangan untuk membekali pelajar dan pemuda dengan keterampilan nyata dalam pengelolaan sampah dan konservasi lingkungan.
Kepala DLH Kota Semarang, Arwita Mawarti, ST, MT, menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya membangun kesadaran generasi muda terhadap isu lingkungan.
“Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam gerakan Semarang Tanpa Sisa. Melalui SKGW, mereka tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktik langsung bagaimana mengelola sampah dengan cara yang berkelanjutan,” ujar Arwita.
Hari Pertama: Edukasi dan Aksi Penghijauan
Pada hari pertama, Sabtu (29/11), peserta mengikuti kelas utama bertema Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah Kota Semarang.
Materi disampaikan oleh Alridho Deska Briandoko, S.H., M.Psi., C.GRCM. dari DLH Kota Semarang.
Ia memaparkan kondisi timbulan sampah Kota Semarang yang mencapai 1.189 ton per hari, komposisi sampah, serta pentingnya perubahan pola pikir masyarakat dari sistem kumpul-angkut-buang menuju pengurangan sampah dari sumber.
Peserta juga diperkenalkan pada inovasi pengolahan sampah seperti budidaya maggot BSF, eco-enzyme, dan ecobrick.
Menjelang sore, mereka melakukan praktik pembudidayaan maggot dan pembuatan ecoenzyme, serta aksi simbolis berupa penanaman bibit tanaman sebagai komitmen nyata terhadap konservasi.
Hari Kedua: Kunjungan ke Bioreaktor Kapal Selam Langse
Pada Minggu (30/11), peserta melakukan kunjungan ke Bioreaktor Kapal Selam (BKS) Langse di Pati.
Mereka menyaksikan langsung proses pengolahan sampah organik dengan sistem bioreaktor tertutup yang menghasilkan pupuk cair dan padat untuk mendukung pertanian lokal.
Dialog interaktif antara peserta dan pengelola bioreaktor berlangsung aktif, membahas replikasi sistem, pembiayaan, teknis operasional, hingga pemberdayaan warga dalam pengelolaan sampah komunitas.
Pemuda Siap Jadi Agen Perubahan
Arwita menekankan bahwa SKGW–STS bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan wadah pembentukan karakter pemuda yang peduli lingkungan.
“Harapan kami, setelah mengikuti SKGW, para peserta mampu menjadi agen perubahan di sekolah, kampus, dan lingkungan tempat tinggal mereka. Semarang Tanpa Sisa hanya bisa terwujud jika generasi muda bergerak bersama,” tegasnya.
Kegiatan ditutup dengan refleksi bersama dan komitmen peserta untuk terus berkontribusi dalam mewujudkan Semarang yang bersih, lestari, dan bebas dari sisa sampah.







