Sampah Jadi Salah Satu Faktor Pemicu Banjir, DLH Kota Semarang: Edukasi Warga Terus Diperkuat

Sampah Jadi Salah Satu Faktor Pemicu Banjir, DLH Kota Semarang: Edukasi Warga Terus Diperkuat
Sampah Jadi Salah Satu Faktor Pemicu Banjir, DLH Kota Semarang: Edukasi Warga Terus Diperkuat

SEMARANGUPDATE.COM – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang menegaskan komitmennya dalam mengelola sampah agar tidak memperburuk persoalan banjir yang kerap melanda wilayah Kota Semarang.

Kepala DLH Kota Semarang, Arwita Mawarti menyebut sampah menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi banjir selain topografi, penurunan tanah, dan curah hujan tinggi.

“Banjir merupakan salah satu permasalahan di Kota Semarang karena beberapa daerah daratannya lebih rendah daripada permukaan laut. Sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menyumbat drainase dan sungai, sehingga memperparah banjir,” jelas Arwita.

Sementara itu lanjut Arwita, setiap harinya, timbulan sampah di Kota Semarang mencapai 1.200 ton, dengan sekitar 900 ton di antaranya masuk ke TPA Jatibarang.

Angka ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah kota dalam menjaga kebersihan sekaligus mengurangi risiko banjir. 

Arwita menjelaskan, DLH menerapkan strategi pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir. Di tingkat hulu, DLH gencar melakukan edukasi, sosialisasi, serta kampanye Semarang Zero Waste. Program pembinaan sekolah melalui Adiwiyata juga terus digalakkan. 

“Kami mendorong kegiatan pilah sampah dan bank sampah di tingkat kelurahan, RW, dan sekolah. Masyarakat diajak memilah sampah anorganik yang memiliki nilai ekonomi, seperti botol plastik, kardus, dan koran, untuk kemudian dijual ke pengepul atau industri daur ulang,” terang Arwita. 

Selain itu, DLH memberikan pelatihan pengelolaan sampah seperti biowash, ecoenzyme, komposting, biopori, hingga budidaya maggot, serta bantuan alat seperti tas pilah dan komposter rumah tangga. 

Di tingkat hilir, DLH mengelola TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) yang dilengkapi rumah kompos, menerapkan sistem sanitary landfill di TPA Jatibarang, serta mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). 

DLH juga menggandeng komunitas lingkungan untuk memperkuat gerakan pengelolaan sampah.

“Kami bekerja sama dengan berbagai komunitas seperti Bank Sampah, Paguyuban Maggot, hingga gerakan Semarang Wegah Nyampah,” ujar Arwita. 

Meski program sudah berjalan, kebiasaan masyarakat dalam memilah sampah masih menjadi tantangan.

“Sebagian masyarakat menganggap memilah sampah merepotkan dan memakan tempat. Akhirnya, mencampur semua jenis sampah dalam satu wadah dianggap lebih mudah,” ungkapnya.

Namun, Arwita menilai ada perkembangan positif. Banyak rumah tangga kini mulai memisahkan botol plastik, kardus, atau koran untuk disetor ke bank sampah atau dijual ke pemulung karena memiliki nilai jual. 

Semarang juga memiliki regulasi khusus terkait pengelolaan sampah. Perwal Nomor 27 Tahun 2019 mengatur pembatasan penggunaan plastik di minimarket, supermarket, dan toko.

Sementara itu, Instruksi Wali Kota Nomor 1 Tahun 2024 menekankan percepatan pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R). 

DLH terus mendorong gerakan 3R, terutama pengurangan sampah dari sumbernya. Sampah organik diolah menjadi kompos, ecoenzym, hingga pakan maggot. Sementara sampah anorganik diarahkan ke bank sampah atau industri daur ulang. 

“Kami juga mendorong pelaku usaha untuk mengelola sampahnya secara mandiri atau bekerja sama dengan TPS3R dan bank sampah, termasuk melalui program CSR,” pungkas Arwita.

Pos terkait