SEMARANGUPDATE.COM – Gerakan Pilah Sampah untuk mewujudkan program Pemerintah Kota Semarang yakni Semarang Bersih dari tingkat bawah diketahui sudah berjalan bulan Maret 2025.
Sosialiasi hingga ke tingkat Rukun Tetangga (RT) bahkan terus dilakukan dengan menggandeng Tim Penggerak (TP) PKK baik tingkat kota, kecamatan hingga kelurahan.
Meski demikian, rupanya program ini masih belum bisa menyasar seluruh masyarakat untuk melakukan pilah sampah dan mengurangi pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Arwita Mawarti menegaskan jika pihaknya terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk melakukan pilah sampah.
Salah satunya dengan menggelar FGD Pilah Sampah yang diikuti perwakilan masyarakat setempat. Di Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, puluhan ibu-ibu mengikuti FGD Pilah Sampah yang diadakan pada Rabu (10/9/2025).
Melalui FGD ini, Arwita berharap peserta yang hadir bisa menyampaikan pentingnya pilah sampah di lingkungan rumah tangga dan RT.
Diakui Arwita, merupakan pola pikir atau mindset masyarakat tentang memilah sampah memang tidak mudah.
“Mengubah mindset ini tidak mudah apalagi masyarakat punya karakter yang berbeda-beda. Mereka beranggapan yang penting saya buang sampah pada tempatnya. Padahal dengan memilah sampah sebelum dibuang itu akan mengurangi timbunan sampah di TPA,” jelas Arwita.
Dari data yang ada, setiap harinya ada 2.000 ton sampah yang dibuang di TPA Jatibarang. Dari jumlah tersebut 80 persennya merupakan sampah dari rumah tangga.
Guna mengurangi sampah rumah tangga, program pilah sampah yang dilakukan di tingkat rumah tangga terus digenjot. Pasalnya, kondisi TPA Jatibarang semakin hari daya tampungnya terus menipis.
“80 persen dari 2000 ton sampah per hari yang dibuang ke TPA itu adalah sampah rumah tangga. Sedangkan hingga saat ini baru 26 persen sampah rumah tangga yang terpilah melalui program pilah sampah. Perlu upaya masif,” bebernya.
80 persen sampah rumah tangga yang masuk ke TPA, lanjut Arwita, lebih dari 60 persennya adalah sampah organik rumah tangga, dan sisanya adalah sampah non-organik.
“Jadi kan dari sisa makanan, sampah sapuan halaman. Jadi, lebih dari 60 persen itu sampah organik. Nah, ini yang harus kita berupaya lakukan edukasi kepada masyarakat dan melakukan pendampingan,” tandasnya. ***